Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, telah mengubah paradigma proses politik di dalam Pemerintahan daerah. Perubahan sistem politik Pemerintah Daerah tersebut telah memberikan dampak, dalam mekanisme dan proses pemerintahan daerah khususnya pada proses pengambilan keputusan, dan implementasi pembangunan daerah.
. Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Prof. Dr. R. Siti Zuhro, memberikan perhatian khusus terkait terhadap pola relasi Pusat-Daerah yang acapkali tidak harmonis. Hal itu umumnya disebabkan karena ketidakpuasan Daerah kepada Pusat. Menurutnya hal itu karena terbatasnya kewenangan yang dimiliki daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Mulai UU 22 Tahun 1999 sampai UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Permasalahan menonjol yang acapkali muncul adalah tarik-menarik kewenangan antara Pusat dan Daerah dalam mengelola sumber daya alam yang ada di daerah.“Hubungan pusat dan daerah kurang harmonis. Daerah-daerah cenderung resisten dengan kebijakan pemerintah pusat. Trust issue sering kali muncul karena kebijakan pusat yang dianggap merugikan daerah. Oleh sebab itu, perlu mencari instrumen untuk menyatukan perspektif dalam menjalankan kewenangan daerah” kata Siti Zuhro dalam kegiatan Focus Group Discussion FGD yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan PUSHEP bekerja sama dengan Ditjen Bina Pembangunan Daerah BANGDA dengan tema “Membangun Konsepsi Pelibatan Daerah Provinsi dalam Pengelolaan Mineral dan Batubara dalam Kerangka Pelaksanaan UU No. 3 Tahun 2020”, Jakarta, 13/10/ lanjut Siti Zuhro menyoroti revisi besar UU Minerba UU Tahun 2020 yang pada intinya menyangkut isu pengelolaan dan pengawasan. “Perubahan krusial terkait pemindahan perizinan dan pengawasan dari pemerintah daerah kepada pusat kemudian menimbulkan pertanyaan lebih jauh bahwa apakah ini akan lebih efektif dan efisien serta memberikan kemanfaatan yang luas bagi rakyat” pemerintah daerah perpindahan kewenangan tersebut bisa menimbulkan berbagai risiko seperti hilangnya pendapatan daerah hingga kemungkinan kerusakan lingkungan karena tiadanya pengawasan pemerintah daerah terhadap kegiatan pertambangan di daerah. Siti Zuhro setidaknya mencatat dalam UU No. 3 Tahun 2020, kewenangan pemerintah daerah banyak yang dicabut. “Sedikitnya terdapat 15 pasal yang mengalihkan kewenangan daerah kepada pemerintah pusat. Olehnya itu, pengelolaan natural resource akan cenderung sentralistik”, Pemerintah Daerah tidak memiliki posisi tawar dan tidak terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam. Pemerintah Daerah Provinsi bisa jadi tidak lagi merasa memiliki atau tak peduli terhadap natural resource dan juga terkait dampaknya terhadap lingkungan. Lebih lanjut dikatakan bahwa UU Minerba yang baru ini menandai ditariknya kembali urusan yang menjadi kewenangan daerah, baik dari aspek perizinan maupun pengawasan. Permasalahan mendasar yang tersisa kedepannya adalah apakah pemerintah pusat mampu mengelola proses perizinan dan pengawasan wilayah pertambangan di seluruh Indonesia?Selain itu, Siti Zuhro juga mengatakan bahwa pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan yang diserahkan ke daerah saat ini tidak efektif, karena kurang fungsional sehingga membuat daerah sering kehilangan kendali. Lebih lanjut, adanya perbedaan persepsi antara pusat dan daerah mengenai desentralisasi dan otonomi daerah dalam konteks NKRI kedaerahan dan keindonesiaan membuat pusat dan daerah seolah jalan sendiri-sendiri, padahal seharusnya dapat menciptakan sinergisitas antara keduanya sebagai komponen penting dalam penyelenggaraan negara.
Pemerintah Pusat berdasarkan UU No 33/2004 memberikan dana transfer kepadapemerintah daerah. Dana transfer pusat tersebut digunakan sebagai perimbangan keuangan transfer yang diberikan pemerintah seperti Dana Alokasi Umum DAU, Dana Alokasi KhususDAK yang difungsikan sebagai stimulus fiskal bagi daerah. Dana transfer pusat diharapkan akanmemberikan peningkatan pembangunan bagi daerah. Namun dana transfer pusat tersebut belummemberikan penurunan ketimpangan pendapatan antar daerah. Dana transfer pusat ini setidaknya dapatmenutupi kebutuhan daerah. Ketimpangan pendapatan setiap daerah akan terjadi tetapi pemerintah akanmemikirkan bagaimana ketimpangan pendapatan daerah dapat diturunkan. DAU merupakan salah satuhibah dari pemerintah pusat untuk menurunkan ketimpangan pendapatan antar daerah. Adanya aturanhold-harmless menjadikan pemberian DAU minimum sama dengan tahun lalu yang mengakibatkanfungsi DAU tidak berjalan. Fungsi DAU yaitu daerah yang kapasitas fiskal rendah akan diberikanDAU relatif besar. Dengan diberlakukan hold harmless membuat fungsi DAU tidak terjadi. Aturanhold harmless sudah tidak digunakan lagi setelah tahun 2009. Dalam penelitian ini mencoba untukmelihat faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan di Indonesia melalui instrumenfiskal seperti DAU dan DAK. Periode penelitian tahun 2001-2010 menggunakan regresi panel yang estimasi yang didapat yaitu DAU, DAK, infrastruktur jalan, aturan hold harmless dan jumlahpenduduk mempengaruhi signifikan terhadap ketimpangan pendapatan. Selain melihat hasil estimasidari persamaan ketimpangan pendapatan, penelitian ini akan melihat perkembangan ketimpanganpendapatan provinsi di Indonesia dengan menggunakan indeks Williamson. Hasil yang didapatketimpangan pada daerah miskin lebih merata dibandingkan daerah kaya. Penentuan daerah kaya dandaerah miskin menggunakan median PDRB perkapita. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Dampak Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Penurunan Ketimpangan Pendapatan Di Indonesia111DAMPAK TRANSFER PEMERINTAH PUSAT TERHADAP PENURUNAN KETIMPANGAN PENDAPATAN DI INDONESIAAdhitya Wardhana1., Bambang Juanda1., Hermanto Siregar1 dan Kodrat Wibowo21Institut Pertanian Bogor., 2 Universitas PadjadjaranE-mail Pemerintah Pusat berdasarkan UU No 33/2004 memberikan dana transfer kepada pemerintah daerah. Dana transfer pusat tersebut digunakan sebagai perimbangan keuangan daerah. Dana transfer yang diberikan pemerintah seperti Dana Alokasi Umum DAU, Dana Alokasi Khusus DAK yang difungsikan sebagai stimulus skal bagi daerah. Dana transfer pusat diharapkan akan memberikan peningkatan pembangunan bagi daerah. Namun dana transfer pusat tersebut belum memberikan penurunan ketimpangan pendapatan antar daerah. Dana transfer pusat ini setidaknya dapat menutupi kebutuhan daerah. Ketimpangan pendapatan setiap daerah akan terjadi tetapi pemerintah akan memikirkan bagaimana ketimpangan pendapatan daerah dapat diturunkan. DAU merupakan salah satu hibah dari pemerintah pusat untuk menurunkan ketimpangan pendapatan antar daerah. Adanya aturan hold-harmless menjadikan pemberian DAU minimum sama dengan tahun lalu yang mengakibatkan fungsi DAU tidak berjalan. Fungsi DAU yaitu daerah yang kapasitas skal rendah akan diberikan DAU relatif besar. Dengan diberlakukan hold harmless membuat fungsi DAU tidak terjadi. Aturan hold harmless sudah tidak digunakan lagi setelah tahun 2009. Dalam penelitian ini mencoba untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan di Indonesia melalui instrumen skal seperti DAU dan DAK. Periode penelitian tahun 2001-2010 menggunakan regresi panel data. Hasil yang estimasi yang didapat yaitu DAU, DAK, infrastruktur jalan, aturan hold harmless dan jumlah penduduk mempengaruhi signikan terhadap ketimpangan pendapatan. Selain melihat hasil estimasi dari persamaan ketimpangan pendapatan, penelitian ini akan melihat perkembangan ketimpangan pendapatan provinsi di Indonesia dengan menggunakan indeks Williamson. Hasil yang didapat ketimpangan pada daerah miskin lebih merata dibandingkan daerah kaya. Penentuan daerah kaya dan daerah miskin menggunakan median PDRB DAU, DAK, Ketimpangan Pendapatan, Hold HarmlessANALYSIS INCOME INEQUALITY AND INFLUENCES GOVERNMENT TRANSFER TO DECREASED IN INCOME INEQUALITY IN INDONESIAABSTRACK. The Central Government is based on Law No 33/2004 provides the Government transfer to local government. Central government transfer used equalization local government nancial. Government transfer such as general purpose grant DAU and special purpose grant DAK. general purpose grant DAU and special purpose grant DAK which functioned scal stimulus for local government. Government transfers is expected to provide increased development of the region. However the government transfers provide a reduction in inequality of income between region. The government transfer is least to cover the needs of the region. General purpose grant DAU is one the grants from the central government to lower income inequality inter regional. Hold harmless rule to take into account the magnitude of general purpose grant DAU does not make the decline in inequality. This study looked determined factors inequality in Indonesian 2001-2010. After the rule hold harmless has eliminated 2008 showed estimation from general purpose grant DAU, special purpose grant DAK signicantly affected the decreasing inequality of income. This research will look at the development of the provinces income inequality by using Williamson index. The result of inequality on the poor region more prevalent than the rich region. The determination of the rich and poor region of using the median of GDP per General Purpose Grant DAU, Special Purpose Grant DAK, Inequality and hold harmless Sosiohumaniora, Volume 15 no. 2 Juli 2013 111 - 118112PENDAHULUANEra desentralisasi skal, pemerintah daerah diberikan kewenangan dan keluasaan untuk mengelola sumber daya daerahnya. Kewenangan pemerintah daerah tersebut agar daerah lebih mandiri dalam mengelola keuangannya untuk meningkatkan pemba- ngunan daerah. Pada era desentralisasi ini, pemerintah pusat memberikan dana transfer kepada pemerintah daerah. Dana transfer pusat digunakan untuk menstimulus skal untuk daerah dalam meningkatkan pembangunannya. Dana transfer pusat yang berfungsi sebagai penyeimbangan keuangan antar daerah dan peningkatan pembangunan melalui Dana Alokasi Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus DAK. Dana Alokasi Umum merupakan dana yang berbentuk hibah baik penggunaan dan pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah daerah. Dengan transfer pusat seperti DAU diharapkan daerah lebih siap mengimplementasikan otonomi daerah. Selain itu daerah diharapkan sanggup un-tuk mengalokasi sumber dana tersebut terhadap sektor-sektor yang berpotensi untuk mendorong peningkatan investasi da-erah dan berdampak terhadap peningkatan pelayanan publik. Begitu juga terhadap dana perimbangan lainnya seperti Dana Alokasi Khusus DAK, yang diberikan kepada daerah dalam membiayai kebutuhan khusus yang menjadi prioritas nasional. Pemberian DAK berdasarkan bidang yang dijadikan prioritas nasional seperti bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dll. Pemberian dana transfer tersebut diharapkan menurunkan ketimpangan pendapatan antar daerah. Na-mun kondisi yang terjadi, ketimpangan semakin besar dalam setiap tahunnya. Terlihat pada pada gambar ini dengan menggunakan box plot PDRB perkapita, setiap tahunnya ketimpangan mengalami pe-ningkatan. PDRB perkapita provinsi DKI, Riau dan Kalimantan Timur memperlihatkan jarak kesenjangan yang cukup besar un-tuk provinsi lainnya. Kemudian dengan adanya aturan hold harmless, mengatur pemberian DAU tidak lebih kecil pada tahun sebelumnya. Fungsi DAU yaitu bagi daerah yang kapasitas skalnya rendah akan diberikan DAU yang relatif besar. Aturan hold harmless diberlakukan membuat daerah kaya seperti DKI, Riau dan Kalimantan Timur tetap diberikan DAU yang lebih besar padahal kapasitas skalnya sudah relatif besar dibandingkan daerah miskin. Diberlakukan hold harmless akan memperbesar ketimpangan pendapatan antar daerah. Sumber BPS diolahGambar 1. Box Plot PDRB Perkapita Provinsi di Indonesia tahun 2005-2010Ketimpangan antar daerah akan terus terjadi bahkan meningkat apabila tidak adanya implikasi atau kebijakan dari pemerintah dalam menurunkan ke-timpangan tersebut, baik dari sisi skal maupun distribusi pendapatan. Menurut Nazara 2010 disparitas antar daerah adalah masalah struktural di perekonomian Indonesia. Dimana selama empat dekade pembangunan ekonomi tidak terjadi pe-rubahan yang berarti dalam distribusi pen-dapatan antar daerah. Hal tersebut terjadi bersamaan dengan peningkatan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dalam kerangka proses akumulasi, alokasi dan transisi demogra. Upaya pemerintah pusat dalam bentuk kebijakan untuk mengurangi ketimpangan dengan memberikan dana transfer. Dana tersebut harus dapat dimanfaatkan secara maksimal dan terarah sesuai dengan kebutuhan daerah. Perlunya melihat kondisi pemberian transfer pusat kepada daerah apakah sudah dapat mengurangi ketimpangan atau tidak. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat diambil rumusan masalah penelitian sebagai berikut 1 Bagaimana pengaruh DAU, DAK, kararistik daerah, diberlakukan hold harmless, infrastruktur jalan dan jumlah populasi terhadap ketimpangan pendapatan Dampak Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Penurunan Ketimpangan Pendapatan Di Indonesia113di Indonesia. 2 Sejauhmana perkembangan ketimpangan pendapatan di Indonesia. 3 Variabel mana yang paling mempengaruhi ketimpangan pendapatan di Indonesia. METODEMetode yang digunakan dalam menjawab rumusan masalah satu dan tiga menggunakan regresi panel data de-ngan periode tahun 2001-2010. Untuk karakteristik daerah dibuat sebagai dummy daerah kaya sama dengan satu. Variabel hold harmless dalam penelitian dibuat sebagai variabel dummy yang sebelum tahun 2009 diberikan nilai satu. Data yang digunakaan adalah data 32 provinsi di Indonesia. Sumber data didapat dari Badan Pusat Statistik BPS. Penentuan Persamaaan ketimpangan pendapatan dapat dilihat sebagai berikut IW=f dau, karakteristik daerah, dau daerah kaya, dak infrastruktur jalan, aturan hold harmless, infrastruktur jalan, jumlah penduduk Model yang akan digunakan yaitu iw= γ0 + γ1 Lndauit + γ2Dkayait+ γ3Dkaya*Lndauit+γ4Lndakjlnit+γ5LnDhhit+ γ6Lnjlnit + γ7Lnpopit + etKeterangan iw Ketimpangan Indeks Williamson; dau Dana Alokasi Umum juta; daujln Dana Alokasi Khusus infratruktur jalan; pop jumlah penduduk; Dkaya Daerah kaya=1, jln infrastruktur jalan; Dhh aturan hold harmless sebelum tahun 2009 = 1; i Provinsi ke i, t tahun ke tUntuk melihat perkembangan ke-timpangan pendapatan antar provinsi di Indonesia dengan menggunakan Indeks Williamson. Indeks Williamson yang mem-perhitungkan nilai coefcient of variation CV, semakin besar nilai Indeks Williamson semakin timpang. Adapun rumus dari Indeks Williamson ini CVw Indeks Ketimpangan Wilayah Jumlah Penduduk di Provinsi in Jumlah Penduduk NasionalYi Pendapatan Perkapita Provinsi i Rata-rata Pendapatan Perkapita untuk Seluruh ProvinsiPerhitungan indeks Williamson akan dilihat dari ketimpangan pendapatan seluruh provinsi, provinsi pendapatan tinggi atau provinsi kaya dan provinsi pendapatan rendah provinsi miskin. Penentuan pro-vinsi pendapatan tinggi daerah kaya dan provinsi pendapatan rendah daerah miskin didasarkan dari perhitungan nilai median dari PDRB perkapita. Data perkembangan ketimpangan pendapatan berdasarkan peri-ode 2006-2010. HASIL DAN PEMBAHASANKondisi ketimpangan pendapatan yang setiap tahunnya mengalami kenaikan. Perlunya kebijakan skal yang dapat me-nurunkan ketimpangan tersebut. Selama ini kebijakan skal yang digunakan oleh pemerintah pusat berdasarkan UU No 33 Tahun 2004 dengan memberikan dana perimbangan kepada daerah untuk menye-imbangkan keuangan daerah. DAU dan DAK merupakan salah instrumen skal untuk menurunkan ketimpangan pendapatan antar daerah. Dari hasil estimasi ini terlihat nilai koesien determinasi R-squared sebesar dimana model ketimpangan pendapatan hanya mampu menjelaskan dan sisanya dijelaskan diluar model ketimpangan pendapatan. Sedangkan uji F terlihat dari P-value F sebesar mengindikasikan variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi signikan terhadap ketimpangan pendapatan. Hasil es-timasi ini menggunakan xed effect model setelah dilakukan uji Hausman. Hasil dari uji Hausman Chi Square sebesar lebih besar dari Chi Tabel, maka persamaan ini lebih cocok menggunakan xed effect model Gujarati, 2009.Uji multikolinearitas menggunakan coefcient correlation. Hasil dari pengujian dalam persamaan ketimpangan pendapatan tidak terdapat masalah multikolinearitas. Pada tabel dibawah tidak ada yang melebihi Gujarati, 2009 dan dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinieritas. Untuk pe-ngujian heterokedastisitas dan autokorelasi dalam persamaan ini sudah dikoreksi dengan robust HAC standar error. Oleh karena itu persamaan ketimpangan pendapatan sudah bebas dari masalah heterokedastisitas dan autokorelasi. Sosiohumaniora, Volume 15 no. 2 Juli 2013 111 - 118114Tabel 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketimpangan Pendapatan. Coefcient Std. Error t-ratio p-valueConst Tin-mining has raised the local economy and income of South Bangka Selatan Regency, thus should have contributed to the development of infrastructure around tin-mine areas in the province. Positive impacts of tin-mining to infrastructure have not always been received by area around the tin-mine. The aim of this research is to determine priority districts for infrastructure development at post tin-mine areas in South Bangka Regency. The methods of the research were on-screen digitation, Scalogram and TOPSIS. The results of research shows that the land area of post tin-mine in South Bangka Regency covers 11, hectares, with Toboali District as the widest 5, hectares. Districts with the the most number of villages in hierarchy 1 was Toboali District 4 villages, while in hierarchy 3 was Air Gegas District 6 villages. Tin-mining has not always given positive effects to the development of regional infrastructure around tin-mine areas. Villages at Air Gegas Village and Toboali District are the priorities of infrastructure development, thus infrastructure development around tin-mining areas will be done equitable and gradually to resolve limited fund for future. dampak ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat adalah